WELCOME TO MY SIMPLE BLOG, MAY USEFUL FOR US

Saturday, January 7, 2017

KARYA ILMIAH REMAJA "TRADISI SEDEKAH BUMI" BAB 1 DAN BAB 2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam kebudayaan yang masih hidup hingga saat ini. Salah satu unsur dari kebudayaan adalah tradisi. Tradisi merupakan suatu kegiatan yang berbau seni, mistis, agama, dan dilakukan secara turun temurun. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan. Tradisi biasanya dilakukan untuk memperingati suatu kejadian yang sakral pada masa lampau ataupun dilakukan untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang telah diberikan. Tradisi di setiap daerah di Indonesia berbeda dengan daerah lainnya. Setiap daerah memiliki nilai tradisi yang beragam dan unik.
Salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan tradisi adalah Jawa. Jawa memang terkenal dengan berbagai macam jenis tradisi yang ada di dalamnya. Baik tradisi kultural yang bersifat harian, bulanan hingga yang bersifat tahunan, semuanya ada dalam tradisi budaya Jawa tanpa terkecuali. Berbagai macam tradisi yang ada di masyarakat jawa sangat banyak hingga sangat sulit untuk dapat mendeteksi dan menjelaskan terkait dengan jumlah tradisi dalam masyarakat jawa tersebut.
Salah satu tradisi masyarakat jawa yang masih tetap dilakukan hingga sekarang dan sudah mendarah daging sebagai rutinitas masyarakat setiap tahunnya adalah tradisi sedekah bumi. Sedekah bumi merupakan salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat di suatu daerah tertentu sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah yang diberikan. Tradisi Sedekah bumi merupakan salah satu bentuk ritual tradisional yang dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang.
Ritual merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis. Ritual dilaksanakan berkenaan dengan upacara keagamaan yang dilakukan oleh sekumpulan manusia. Kegiatan-kegiatan dalam ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan sehingga tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan.
Banyak daerah di Indonesia, khususnya Jawa Tengah masih melaksanakan tradisi sedekah bumi tersebut. Kabupaten Rembang merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang rutin mengadakan tradisi Sedekah Bumi. Hampir di seluruh daerah di Kabupaten Rembang mengadakan tradisi tersebut.
Desa Dorokandang, Kecamatan Lasem merupakan salah satu daerah yang tidak pernah absen dalam mengadakan tradisi sedekah bumi. Tradisi sedekah bumi di Desa Dorokandang, Kecamatan Lasem dimaknakan sebagai suatu ritual turun temurun yang dilakukan setelah panen padi. Tradisi Sedekah Bumi tersebut dimaknai sebagai suatu ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian tentang salah satu bentuk ungkapan budaya daerah yang masih dilakukan oleh sekelompok masyarakat terkait dengan tradisi masyarakat yang patut untuk dilestarikan agar tidak hilang ditelan oleh kemajuan zaman. Penelitian ini diberi judul “Tradisi Sedekah Bumi (Studi Fenomenologis di Desa Dorokandang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang.”

1.2         Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi di Desa Dorokandang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang ?
1.2.2        Apa manfaat pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi di Desa Dorokandang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang ?

1.3         Tujuan Penelitian
1.3.1        Untuk mendeskripsikan pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi di Desa Dorokandang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang.
1.3.2        Untuk mengetahui manfaat pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi di Desa Dorokandang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang.

1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1        Manfaat Teoritis
a.         Memberi inspirasi serta mengembangkan ilmu pengetahuan.
b.        Menambah pustaka terhadap kebudayaan tradisional Indonesia.
c.         Menciptakan bahan penelitian mengenai pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi.
1.4.2        Manfaat Praktis
a.         Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Tradisi Sedekah Bumi.
b.        Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang Tradisi Sedekah Bumi.
c.         Melestarikan kebudayaan Indonesia terutama Tradisi Sedekah Bumi.



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1         Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni, Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan
adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

2.2         Tradisi
Tradisi (Bahasa Latin : traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau Agama yang sama.Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.Dalam suatu masyarakat muncul semacam penilaian bahwa cara acara yang sudah ada merupakan cara yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan. Biasanya sebuah tradisi tetap saja dianggap sebagai cara atau model terbaik selagi belum ada alternatif lain.
Tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan tradisi hubungan antara individu dengan masyarakatnya dapat harmonis. Dengan tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Bila tradisi dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir disaat itu juga. Setiap sesuatu menjadi tradisi biasanya telah teruji tingkat efektifitas dan tingkat efesiensinya. Efektifitas dan efesiensinya selalu terupdate mengikuti perjalanan perkembangan unsur kebudayaan. Berbagai bentuk sikap dan tindakan dalam menyelesaikan persoalan kalau tingkat efektifitasnya dan efesiensinya rendah akan segera ditinggalkan pelakunya dan tidak akan pernah menjelma menjadi sebuah tradisi. Tentu saja sebuah tradisi akan pas dan cocok sesuai situasi dan kondisi masyarakat pewarisnya.

2.3         Upacara Adat di Tanah Jawa
Pada masyarakat Jawa, tradisi biasanya berkaitan dengan peristiwa kelahiran, kematian dan perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Berbagai tradisi tersebut secara turun temurun dilestarikan oleh para pendukungnya dengan berbagai motivasi dan tujuan yang tidak lepas dari pandangan hidup masyarakat Jawa pada umumnya. Menurut Mulder, pandangan hidup masyarakat Jawa sangat menekankan pada ketenteraman batin, keselarasan, dan keseimbangan, serta sikap menerima terhadap segala peristiwa yang terjadi sambil menempatkan individu di bawah masyarakat serta masyarakat di bawah alam. Hubungan manusia dengan individu manusia dilestarikan dengan upacara-upacara atau ritual. Hubungan manusia dengan alam  melahirkan kepercayaan yang juga dilestarikan. Dalam rangka menjaga keharmonisan hubungan antara individu dengan leluhurnya ataupun dengan alam maka dilakukan upacara-upacara tradisional.
Kehidupan masyarakat Jawa pada dasarnya sarat dengan nilai-nilai religi. Religi berasal dari kata “religare” yang berarti meyakini, bersatu padu dengan samadi. Religi sebagai gerak keterlibatan hari nurani manusia yang meyakini adanya nilai-nilai kudus sehingga membuat manusia tunduk dengan sendirinya tanpa adanya suatu paksaan. Fraser, sebagaimana dikutip Koentjaraningrat antara lain menyebutkan bahwa munculnya religi bersifat evolusif, yakni mula-mula manusia memecahkan persoalan hidupnya melalui pengetahuan dan akalnya. Soal-soal yang tidak terpecahkan dengan akal diselesaikan dengan “magic”, dan akhirnya manusia menyadari bahwa alam didiami oleh makhluk halus. Bersamaan dengan makin lemahnya kemampuan rasional manusia mengakibatkan tumbuh suburnya keyakinan terhadap sesuatu yang gaib, seperti keyakinan terhadap dewa, alam, hantu, dan roh nenek moyang.
Pada dasarnya upacara merupakan permohonan dalam pemujaan atau pengabdian yang ditujukan kepada kekuasaan leluhur yang menguasai kehidupan manusia, sehingga keselamatan serta kesengsaraan manusia tergantung pada kekuasaan itu. Menurut Geertz, upacara merupakan suatu adat atau kebiasaan yang diadakan secara tepat menurut waktu dan tempat, peristiwa atau keperluan tertentu. Kemudian, menurut Subagya, upacara merupakan bentuk kegiatan simbolis yang menkonsolidasikan atau memulihkan tata alam dengan menempatkan manusia dalam tata alam tersebut, di mana dalam ritus, atau upaya tersebut dipakai kata-kata, doa-doa, dan gerak-gerak tangan atau badan.
Dari berbagai pendapat tentang upacara dapat dipahami bahwa upacara yang dilakukan oleh manusia pada hakekatnya merupakan tata alam sesuai dengan adat kebiasaan untuk mendapatkan ketenteraman dan keselamatan hidup serta sebagai perwujudan dari keterbatasan kemampuan manusia dalam menghadapi tantangan hidup, baik yang berasal dari diri sendiri atau dari alam sekitarnya. Berbagai upacara yang dilakukan oleh masyarakat bertujuan mengadakan kontak langsung dengan para leluhur, roh-roh, dewa-dewa dan juga dengan Yang Maha Kuasa. Para penganut agama asli Indonesia percaya adanya aturan tetap, yang mengatasi segala kejadian di dunia yang dilakukan manusia.
Upacara tradisional adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan yang bersifat turun temurun, antara lain pandangan hidup, kepercayaan, kesenian, upacara yang semuanya dilakukan menurut adat atau aturan agama dan keyakinan yang dianut manusia pendukungnya. Upacara itu juga merupakan kegiatan sosial yang meliputi warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama dan menjadi bagian integral dari kebudayaan masyarakat. Tradisi memperingati atau merayakan peristiwa penting dalam perjalanan hidup manusia dengan melaksanakan upacara merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat sekaligus manifestasi upaya manusia mendapatkan ketenangan rohani, yang masih kuat berakar sampai sekarang.

2.4         Upacara Sedekah Bumi
Sedekah bumi atau Bersih desa adalah suatu ritual budaya  peninggalan nenek moyang sejak ratusan tahun lalu. Dahulu pada masa Hindu ritual tersebut dinamakan sesaji bumi. Pada masa Islam, terutama pada masa Wali songo ritual budaya sesaji bumi tersebut tidak dihilangkan, tetapi dipakai sebagai sarana untuk melestarikan  dan mensyiarkan ajaran Allah yaitu ajaran tentang Iman dan Takwa. Untuk mensyiarkan dan melestarikan ajaran Iman dan Takwa, maka para Wali menumpang ritual budaya sesaji bumi  yang pada masa lampau ditujukan untuk alam diubah namanya menjadi sedekah bumi yang diberikan kepada manusia khususnya anak yatim dan fakir miskin tanpa membedakan suku, agama, ras, atau golongan.
Sebenarnya ritual sedekah bumi sudah lama dikenal bangsa Indonesia jauh sebelum mencapai kemerdekaan dengan mendirikan NKRI. Sebelum agama islam masuk ke tanah air, ketika belum muncul nama indonesia, sebagian penduduk berpegang pada kepercayaan lama, yang dalam istilah ilmu agama disebut animisme, dinamisme, fetisisme, dan politheisme. Sebagian yang lain memeluk agama hindu dan buddha. Mereka mempercayai adanya kekuatan supernatural yang mengusai alam semesta, berupa dewa-dewa. Upacara-upacara yang dimaksudkan untuk memuja dewa bumi tetap dilaksanakan, meski sebagian penduduk itu sudah memeluk agama islam. Hanya saja, mantra-mantranya diganti dengan doa-doa secara islam, dan nama upacara disesuaikan dengan ajaran islam, yaitu dengan istilah sedekah bumi.
Masyarakat jawa, memang terkenal dengan beragam jenis tradisi budaya yang di ada di dalamnya. Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi.
Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani yang menggantungkan kehidupan keluarga dan sanak famili mereka dari mengais rezeki dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi. Bagi masyarakat jawa khususnya para kaum petani, tradisi ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedekah bumi dimaknai sebagai salah satu bagian yang sudah menyatu dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari budaya jawa.
Ritual sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa ini merupakan salah satu jalan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan. Menurut cerita dari para nenek moyang orang jawa terdahulu, tanah merupakan pahlawan yang sangat besar bagi kehidupan manusia di muka bumi. Oleh karena itu tanah harus diberikan penghargaan yang layak dan besar. Dan ritual sedekah bumi inilah yang menurut mereka sebagai salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat jawa khususnya para petani untuk menunjukan rasa cinta kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehidupan bagi manusia.
Selain itu, Sedekah bumi dalam tradisi masyarakat jawa juga merupakan salah satu bentuk untuk menuangkan serta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan berkah yang telah diberikannya. Sehingga seluruh masyarakat jawa bisa menikmatinya. Sedekah bumi pada umumnya dilakukan sesaat setelah masyarakat yang mayoritas masyarakat agraris menuai panen raya. Sebab tradisi sedekah bumi hanya berlaku bagi mereka yang kebanyakan masyarakat agraris dan dalam memenuhi kebutuhannya dengan bercocok tanam.

2.5         Fenomena Tradisi Sedekah Bumi di Desa Dorokandang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang
Pada acara tradisi sedekah bumi biasanya seluruh masyarakat sekitar membuat tumpeng dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di balai desa atau tempat-tempat yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara ritual sedekah bumi tersebut. Setelah itu, kemudian masyarakat membawa tumpeng tersebut ke balai desa atau tempat-tempat untuk di do’akan oleh tetua adat. usai di do’akan oleh sesepuh atau tetua adat, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang membuatnya sendiri. Nasi tumpeng yang sudah di do’akan oleh sesepuh kampung atau tetua adat setempat kemudian di makan secara ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa pulang nasi tumpeng tersebut untuk dimakan beserta sanak keluarganya di rumah masing-masing.
Menurut adat istiadat dalam tradisi budaya ini, di antara makanan yang menjadi makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual sedekah bumi adalah nasi tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan dan lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi perioritas yang utama. Dan pada acara akhir, nantinya para petani biasanya menyisakan nasi, kepala dan ceker ayam, ketiganya dibungkus dan diletakkan di sudut-sudut petak sawahnya masing-masing.
Dalam puncak acara ritual sedekah bumi di akhiri dengan melantunkan do’a bersama-sama oleh masyarakat setempat dengan dipimpin oleh tetua adat. Do’a dalam sedekah bumi tersebut umumnya dipimpin oleh tetua adat atau sesepuh kampung yang sudah sering dan terbiasa memimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik dalam lantunan do’a pada ritual tersebut. Yang menarik dalam lantunan doa tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat-kalimat Jawa dan yang dipadukan dengan khazanah-khazanah doa yang bernuansa Islami

2.5         Manfaat Tradisi Sedekah Bumi di Desa Dorokandang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang
Dari sisi atraksi budaya, Upacara Sedekah Bumi cukup menarik karena melibatkan seluruh masyarakat yang merasa memiliki tradisi tersebut. Dengan terlibatnya masyarakat secara merata membuat tradisi ini mampu terpelihara dari waktu ke waktu dengan berbagai nuansa-nuansa baru dengan tetap mempertahankan persyaratan upacara yang dianggap harus ada, baik dari segi peralatan maupun langkah- langkah yang harus dilalui. Upacara Sedekah Bumi ini, disamping menarik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut sebagai bagian dari aktifitas budaya penyelarasan dengan alam lingkungan, juga menjadi tontonan budaya bagi masyarakat lain yang tidak terlibat secara langsung dengan kegiatan ini. Dengan berkumpulnya berbagai lapisan masyarakat pendukung maupun yang datang sebagai penonton, maka tradisi ini sekaligus dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata, minimal wisata local.
Munculnya aktifitas budaya ini juga dibarengi dengan aktifitas ekonomi. Setiap kali perayaan pasti mendatangkan penjual makanan kecil maupun warung-warung souvenir dan oleh-oleh yang menjadi makanan khas disana. Atraksi ini mampu mendatangkan betuk kegiatan ekonomi baru sebagai unit usaha yang mendukung kegiatan pariwisata meskipun masih dalam lingkup kecil atau local. Namun demikian lama kelamaan dengan tersebarnya informasi mengenai lokasi-lokasi wisata yang ada di Kabupaten Jepara, diharapkan Upacara Sedekah Bumi ini dapat menjadi daya tarik wisata yang bersifat nasional.
Apalagi melihat perkembangan yang ada di Jepara sekarang ini berkaitan dengan hadirnya para pengusaha asing untuk melakukan kegiatan ekonomi pada industri kerajinan ukir. Biasanya para pendatang asing tersebut juga tertarik dengan tradisi budaya yang masih terpelihara untuk lebih mudah menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat. Langkah strategis yang ditempuh oleh Dinas Pariwisata Jepara juga dapat dijadikan indikator bahwa Upacara Sedekah Bumi memberikan kontribusi pada daya tarik wisatawan, dengan cara memasukkannya sebagai salah satu jadwal paket wisata yang dapat dikunjungi. Hal tersebut sekaligus menjadi salah satu sumber pendapatan Pemerintah Kabupaten, baik berupa pajak penjualan pada warung-warung dan pemasukan bagi masyarakat sendiri sebaagi penjual. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten sendiri mempunyai kepedulian untuk melestarikan tradisi ini. Di satu sisi sebagai salah satu sumber pemasukan daerah, sisi lainnya memang sudah menjadi bagian sumber mata pencaharian tambaha masyarakat sekitar objek wisata tersebut dengan menjual makanan, jasa penitipan sepeda dan transportasi.
Masyarakat secara umum merasa bahwa pelaksanaan tradisi sedekah bumi memberikan manfaat. Pertama, sebagai sarana bersyukur pada sang pencipta karena selama satu tahun masyarakat talah diberi rezeki hasil panen. Kedua sebagai media pembelajaran bagi setiap pemimpin desa bagaimana menempatkan dirinya menjadi seorang pemimpin yang baik. Mampu mengayomi dan menciptakan ketentraman dan kasejahteraan seluruh masyarakat. Ketiga, tadisi sedekah bumi ini merupakan sarana hiburan bagi masyarakat, berupa wayang maupun tayub. Keempat, pada saat dilakukan sedekah tersebut biasanya muncul usaha-usaha sampingan penduduk baik dalam bentuk jasa maupun makanan kecil, sebagai cara untuk menambah pendapatan penduduk. Kelima, sebagai sarana untuk mengingat perjalan sejarah desa, baik yang berupa cerita rakyat maupun yang sudah dapat dibuktikan kebenarannya.
Terutama dalam tradisi sedekah Bumi ini adalah sejarah mengenai perjuangan ratu Kalinyamat. Menurut cerita masyarakat setempat yang selalu dituturkan melalui prosesi Sedekah bumi, pada waktu ratu bertapa yang memakan waktu cukup lama, banyak sekali rambut panjangnya rontok. Rambut-rambut tersebut kemudian dikumpulkan ditanam oleh Kasturi (sesepuh dukuh) bapaknya rukan sehingga seolah-olah seperti makam. Ada dua bumbung yang berhasil ditemukan, yang satu berisi rontokan rambut sedangkn satunya cacatan namun sulit dilacak keberadaanya dan hilang. Akan tetapi masyarakat meyakini bahwa meskipun buktinya belum ditemukan namun keberadaan Ratu Kalinyamat diyakini adanya.

DAFTAR PUSTAKA

https://gudangsejarah.wordpress.com/2013/01/21/sedekah-bumi/







4 comments: