WELCOME TO MY SIMPLE BLOG, MAY USEFUL FOR US

Saturday, August 21, 2021

Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan

 A.  Dasar Hukum

-          Pasal 15, UU no 12 Tahun 1985 tentang PBB juncto UU no 12 Tahun 1994

-          Ke. Dirjen Pajak No : KEP-59/PJ.6/2000 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan PBB


Wajib Pajak PBB juga diberikan hak untuk mengajukan keberatan atas penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh fiskus apabila ia tidak setuju dengan besarnya penetapan pajak tersebut.

Ketentuan yang mengatur keberatan PBB adalah Pasal 15 Ayat (1) UU no 12 Tahun 1985 yang berbunyi sebagai berikut :

“Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas :

1.      Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;

2.      Surat Ketetapan Pajak.”

 

B.  Persyaratan Formal Pengajuan Keberatan PBB

ü  Pengajuan Keberatan secara perseorangan Pasal 3 ayat 2(a)

1.    Satu surat Keberatan untuk 1 (satu) SPPT atau SKP PBB

2.    Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia

3.    Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan ke KPP Pratama

4.    Dilampiri asli SPPT atau SKP PBB yang diajukan Keberatan

5.    Dikemukakan jumlah PBB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan Keberatannya;

6.    Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP PBB,     kecuali apabila Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya; dan

7.    Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak:

8.    Harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang lebih banyak dari Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) atau Wajib Pajak badan;atau

9.    Harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah)”.

 

ü Pengajuan Keberatan secara kolektif Pasal 3 ayat 2(a)

1.    Satu pengajuan untuk beberapa SPPT Tahun Pajak yang sama.

2.    Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

3.    PBB yang terutang untuk setiap SPPT paling banyak Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah).

4.    Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan ke KPP Pratama.

5.    Diajukan melalui Kepala Desa/Lurah setempat.

6.    Dilampiri asli SPPT yang diajukan Keberatan.

7.    Mengemukakan jumlah PBB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan Keberatannya.

8.    Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT, kecuali apabila Wajib Pajak melalui Kepala Desa/Lurah setempat dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya”.

 

C.  Persyaratan pendukung keberatan

1.    Fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan.

2.    Fotokopi bukti kepemilikan tanah.

3.    Fotokopi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

4.    Fotokopi bukti pendukung lainnya”.

 

D.  Materi Keberatan PBB

1.    Terdapat ketidaksesuaian data subjek/objek pajak.

2.    Wajib Pajak berpendapat bahwa luas objek pajak bumi dan/atau bangunan atau nilai jual objek pajak bumi dan/atau bangunan tidak sebagaimana mestinya.

3.    Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan PBB.

 

Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP oleh WP, kecuali tidak dapat terpenuhi karena keadaan di luar kekuasaan WP. Apabila hal tersebut terjadi, maka akan diberikan tenggang waktu oleh DJP.

DJP dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan DJP tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

Berdasarkan penelitian atas berkas keberatan tersebut, DJP akan mengeluarkan Surat Keputusan Keberatan. Keputusan DJP dapat berupa menerima seluruh/sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak terhutang.

Keputusan keberatan disampaikan kepada WP untuk dilaksanakan. Sebagai contoh WP wajib melakukan pembayaran kekurangan pajak apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kekurangan bayar pajak. Apabila WP tidak membayar, maka fiskus akan melakukan tindakan penagihan. Dengan demikian Surat Keputusan Keberatan yang mengakibatkan terjadinya kekurangan pembayaran pajak merupakan salah satu dasar penagihan pajak dalam pemungutan PBB.

 

 

Referensi :

Modul Pajak Bumi dan Bangunan, Anung Setia Nugraha, 2011.

https://dahusna.wordpress.com/2009/11/03/keberatan-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb/

No comments:

Post a Comment