A. FREE TRADE ZONE (FTZ)
v
Judul Artikel : “Investor
Bebas Pilih Fasilitas Free Trade Zone di BP Batam”
Sumber : https://kumparan.com/
Pemerintah menegaskan peleburan Badan Pengusaha (BP) Batam ke wali kota atau ex-officio
tidak akan mengurangi kepercayaan investor. Apalagi, fasilitas zona
perdagangan atau Free Trade Zone (FTZ) masih akan berlaku di BP Batam.
Kepala
BP Batam, Edy Putra Irawadi, mengatakan peleburan ke wali kota bukan berarti
mengubah FTZ menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sebab, investor akan bebas
memilih fasilitas yang akan didapatkan, FTZ atau KEK.
"Nah
ini yang kurang dipahami kawan-kawan di Batam umumnya. Tidak berarti FTZ
berubah jadi KEK. Itu pilihan, mana yang lebih menyamankan bagi pelaku
usaha," kata Edy di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/3).
Namun
menurut dia, hanya melalui KEK investor bisa mendapatkan fasilitas perpajakan,
seperti tax holiday, tax allowance, serta administrasi yang lebih
mudah.
"Hanya KEK yang bisa dapatkan tax holiday, tax allowance, hanya KEK yang punya administrasi tunggal," katanya.
Selanjutnya,
barang yang dihasilkan melalui fasilitas FTZ di Batam harus
diekspor ke luar negeri. Sementara dengan KEK, barang yang dihasilkan bisa
dikirim terlebih dulu ke wilayah lain di dalam negeri.
"Kalau
FTZ itu kan orientasinya ekspor, kalau dia masuk ke sini dia akan masuk peraturan
dalam negeri. Tapi kalau KEK, bisa ekspor dalam negeri," kata dia.
Edy
pun memastikan, pelaku usaha akan tetap mendapatkan kepastian berinvestasi di
BP Batam, meskipun nantinya Kepala BP Batam akan diambil alih oleh Wali Kota
Batam atau ex-officio.
"Saya
terus meyakinkan bahwa kegiatan investasi itu akan abadi, siapapun
pemimpinnya," tambahnya.
FTZ
di BP Batam berlaku pada 2007 dan pemerintah memberikan empat kemudahan bagi
investor di BP Batam, seperti bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPn-BM), bea masuk, dan bea keluar.
Sementara
KEK berlaku sejak 2015 dan memiliki 14 kemudahan dalam berinvestasi, seperti investment
allowance, amortasi dipercepat, pajak divide, kompensasi kerugian
yang lebih lama, tax holiday, dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor.
Selain
itu, PPN impor tidak dipungut, PPN pembelian dalam negeri tidak dipungut,
pembebasan PPN atau PPnBM, penyerahan tidak dipungut kepada penerima fasilitas
lainnya, pengembalian PPN kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri,
penangguhan bea masuk, hingga pembebasan bea masuk dan pembebasan cukai.
v Analisis Artikel:
Free Trade Zone adalah sebuah kawasan perdagangan dan pelabuhan
yang berada dalam wilayah Indonesia yang diberikan suatu kemudahan-kemudahan
dan fasilitas oleh Pemerintah di bidang fiskal atas pemasukkan barang dari luar
daerah pabean sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya
disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Berdasarkan artikel
tersebut pada hari Kamis, 5 Maret 2019, Pemerintah menegaskan peleburan Badan
Pengusaha (BP) Batam ke wali kota atau ex-officio tidak akan mengurangi
kepercayaan investor.
Edy Putra Irawadi
sebagai kepala BP Batam menyatakan bahwa peleburan ke wali kota bukan berarti
mengubah FTZ menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sebab, investor akan bebas
memilih fasilitas yang akan didapatkan, FTZ atau KEK, mana yang lebih
menyamankan bagi pelaku usaha.
Melalui KEK investor
bisa mendapatkan fasilitas perpajakan, seperti tax holiday, tax allowance,
serta administrasi yang lebih mudah. Selain itu, barang yang dihasilkan melalui
fasilitas FTZ di Batam harus diekspor ke luar negeri. Sementara dengan KEK,
barang yang dihasilkan bisa dikirim terlebih dulu ke wilayah lain di dalam
negeri.
FTZ orientasinya
berupa ekspor, kalau masuk ke wilayah FTZ dia akan masuk peraturan dalam
negeri. Sedangkan KEK, bisa ekspor dalam negeri. Kepala BP Batam memastikan
bahwa pelaku usaha akan tetap mendapatkan kepastian berinvestasi di BP Batam,
meskipun nantinya Kepala BP Batam akan diambil alih oleh Wali Kota Batam atau
ex-officio.
FTZ di BP Batam
berlaku pada 2007 dan pemerintah memberikan empat kemudahan bagi investor di BP
Batam, seperti bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai
Barang Mewah (PPn-BM), bea masuk, dan bea keluar.
Sementara KEK berlaku
sejak 2015 dan memiliki 14 kemudahan dalam berinvestasi, seperti investment
allowance, amortasi dipercepat, pajak divide, kompensasi kerugian yang lebih
lama, tax holiday, dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor.
Selain itu, PPN impor
tidak dipungut, PPN pembelian dalam negeri tidak dipungut, pembebasan PPN atau
PPnBM, penyerahan tidak dipungut kepada penerima fasilitas lainnya,
pengembalian PPN kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri, penangguhan
bea masuk, hingga pembebasan bea masuk dan pembebasan cukai.
v Pendapat:
Langkah pemerintah
dalam melakukan pembubaran BP Batam ke wali kota bukan berarti membuat kawasan
FTZ berubah menjadi KEK. Sebab, investor akan bebas memilih fasilitas yang akan
didapatkan, FTZ atau KEK, mana yang lebih menyamankan bagi pelaku usaha.
Adanya tujuan Batam,
Bintan, dan Karimun dijadikan sebagai kawan free trade zone sendiri adalah
karena ketiga pulau
tersebut memiliki letak geografis yang sangat strategis, yaitu
berbatasan dengan Malaysia dan Singapura dan terletak di Selat Malaka, yang merupakan jalur
pelayaran global sibuk.
Pemerintah
menangkap peluang dengan mendayagunakan letak strategis ketiga pulau itu untuk menjadi
tempat pengembangan perdagangan dan investasi. Selain itu, ketiga pulau tersebut dapat dijadikan
sebagai pintu gerbang bagi arus masuknya investasi barang dan jasa ke luar
negeri, serta dapat berfungsi sebagai sentral pengembangan industri. Batam, Bintan, dan Karimun juga dapat berfungsi sebagai tempat
pengumpulan dan penyaluran hasil produksi dari dan ke seluruh wilayah Indonesia
dan negara-negara lain, serta menjadi pusat pelayanan lalu lintas kapal
internasional.
Adanya free trade
zone ini sendiri memberi manfaat kepada negara, yaitu kebutuhan negara lebih
terpenuhi dan memperluas lapangan pekerjaan. Produk yang selama ini tidak tersedia di negara, namun produsen di negara lain
membuat atau memilikinya lalu menjualnya. Tentu saja tanpa adanya perdagangan
bebas pun tetap bisa dilakukan jual beli antar negara, namun dengan harga jual
yang lebih mahal. Sedangkan dengan diterapkannya perdagangan bebas, suatu negara
bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan dengan harga yang lebih terjangkau.
Selain itu, perdagangan bebas bukan hanya terpaku
pada barang atau jasa, namun juga tenaga kerja dan modal. Jadi perusahaan luar
yang mendirikan cabang di negara lain bisa menyerap tenaga kerja yang ada di
negara tersebut sehingga mengurangi jumlah pengangguran. Selain itu, tenaga
kerja yang kompeten juga bisa mendapatkan pekerjaan di negara lain dan tidak
terbatas hanya di negaranya saja.
Keuntungan untuk masyarakat sendiri, dengan
adanya free trade zone masyarakat yang memberi fasilitas bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPn-BM), bea masuk, dan bea keluar membuat
beberapa barang kebutuhan yang diperoleh dengan harga yang lebih murah jika
dibandingkan dengan daerah lain.
Sedangkan dengan
diterapkannya kebijakan KEK, fasilitas yang diberikan berupa investment
allowance, amortasi dipercepat, pajak divide, kompensasi kerugian yang lebih
lama, tax holiday, dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan lain sebagainya
memberikan dampak keuntungan tersendiri bagi pelaku usaha dan tidak memberikan
dampak pada masyarakat. Karena lebih banyaknya fasilitas yang diberikan oleh
KEK dan
administrasi yang lebih mudah bagi pelaku usaha maka para pelaku usaha
lebih memilih fasilitas KEK. Sehingga, hal ini sama saja mencabut fasilitas FTZ
di Batam.
Perlakuan
pemasukan / pengeluaran BKP/JKP/BKPTB di kawasan Bebas
adalah sebagai berikut.
1.
Pemasukan
Barang Ke Kawasan Bebas Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
2.
Pengeluaran
Barang Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
3.
Pemasukan
Barang Ke Kawasan Bebas Dari Tempat Penimbunan Berikat Atau Kawasan Ekonomi
Khusus
4.
Pengeluaran
Barang Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Penimbunan Berikat Atau Kawasan Ekonomi
Khusus
5.
Pemasukan Barang dari Luar Daerah
Pabean Ke dalam Kawasan Bebas
6.
Penyerahan barang didalam Kawasan Bebas
Untuk BKPTB/JKP
7.
dari TLDDP ke Kawasan Bebas
8.
dari Kawasan Bebas ke TLDDP
9.
Dari
TPB/KEK ke kawasan Bebas
10.
Dari
kawasan bebas ke TPB/KEK
11.
Dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
12.
Didalam Kawasan Bebas
B. KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)
v Judul Artikel : “Pemerintah tetapkan wilayah Singosari Malang menjadi Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK)”
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dengan pertimbangan untuk mengembangkan
kegiatan perekonomian
pada wilayah Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur yang bersifat strategis bagi
pengembangan ekonomi nasional, pemerintah memandang perlu dikembangkan kawasan
ekonomi khusus (KEK).
Dilansir
dari laman Setkab, Selasa (8/10), pemerintah menilai wilayah Singosari
di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur telah memenuhi kriteria dan
persyaratan untuk ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus.
“Kawasan
Ekonomi Khusus Singhasari sebagaimana dimaksud memiliki luas 120,3 ha (seratus
dua puluh koma tiga hektar) yang terletak dalam wilayah Kecamatan Singosari,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur,” bunyi Pasal 2 PP ini. Kawasan Ekonomi Khusus Singhasari, menurut PP
ini, terdiri atas: a. Zona Pariwisata; dan b. Zona Pengembangan Teknologi.
Pembangunan dan Pengelolaan
Menurut
PP ini, Bupati Malang menetapkan badan usaha pembangun dan pengelola Kawasan
Ekonomi Khusus Singhasari dalam jangka waktu 90 hari sejak Peraturan Pemerintah
ini diundangkan.
“Badan
usaha sebagaimana dimaksud bertanggung jawab atas pembiayaan pembangunan dan
pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus Singhasari,” bunyi Pasal 5 ayat (2) PP ini.
Badan
usaha sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, melakukan pembangunan Kawasan
Ekonomi Khusus Singasari sampai dengan siap beroperasi dalam jangka waktu paling
lama tiga tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Selanjutnya,
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus melakukan evaluasi setiap tahun terhadap
pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Singhasari oleh badan usaha sebagaimana
dimaksud.
Jika
berdasarkan evaluasi pada tahun ketiga pelaksanaan pembangunan Kawasan Ekonomi
Khusus Singhasari belum siap beroperasi sebagaimana dimaksud, menurut PP ini,
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus: a. melakukan perubahan luas wilayah atau
zona; b. memberikan perpanjangan waktu paling lama 2 (dua) tahun; c. melakukan
penggantian badan usaha; dan/atau d. pengusulan pembatalan dan pencabutan
Kawasan Ekonomi Khusus Singhasari.
“Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 68 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan
HAM Yasonna H. Laoly pada 27 September 2019.
v Analisis Artikel
Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu yang mencakup dalam wilayah hukum NKRI yang
ditetapkan untuk
menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK
dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk
menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi
dan daya saing internasional.
Pengusulan pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus
Singhasari oleh konsorsium PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero), PT
Intelegensia Grahatama, dan PT Cakrawala Mandala Nusantara telah mendapat
persetujuan dari Bupati Malang dan diajukan oleh Gubernur Jawa Timur kepada
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus
setelah melakukan pengkajian, menyetujui usulan pembentukan Kawasan Ekonomi
Khusus Singhasari dan mengajukan rekomendasi penetapannya kepada Presiden. Melalui
melalui PP Nomor 68 tahun 2019, akhirnya diresmikan KEK yang terletak di
wilayah Singasari, Malang, Jawa Timur. Pemerintah menganggap perlunya untuk
mempercepat pembangunan perekonomian di wilayah Malang, Jawa Timur serta
menunjang perluasan pembangunan ekonomi nasional. Selain itu, pemerintah
menilai wilayah
Singosari telah memenuhi kriteria dan persyaratan untuk ditetapkan sebagai
kawasan ekonomi khusus yakni memiliki potensi dan keunggulan secara geoekonomi dan
geostrategis.
Keunggulan geoekonomi
bertumpu pada lokasi Singosari di Kabupaten Malang memiliki orientasi geografis
wilayah berdekatan dengan Bandara Internasional Juanda Surabaya dan Pelabuhan
Tanjung Perak serta terkoneksi dengan ruas tol Pandaan - Malang. Selain itu,
populasi Malang Raya yang besar dan mempunyai keunggulan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di atas rata-rata Provinsi Jawa Timur akan menjadi modal
pengembangan sumber daya manusia potensial, khususnya pengembangan ekosistem
digital dan ekonomi kreatif.
Keunggulan
geostrategis wilayah yang dimiliki Singosari yaitu sektor pariwisata dengan
tema cultural,
heritage and historical tourism. Tema tersebut didukung oleh kawasan sekitar yang
mempunyai nilai situs sejarah kerajaan di Indonesia. Selain itu, kawasan ini
akan menjadi pusat wisatawan di Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru. Konsep
Kawasan Ekonomi Khusus Singhasari akan mengembangkan platform economic digital.
Maka dari itu Kawasan Ekonomi Khusus Singhasari diproyeksikan menjadi sinergis
antara pengembangan pariwisata dengan ekonomi digital.
KEK Singhasari terdiri atas Zona Pariwisata dan Zona Pengembangan Teknologi. Zona Pariwisata diperuntukan bagi kegiatan
usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi,
pertemuan, pameran, serta kegiatan lain terkait. Zona Pengembangan Teknologi
diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun dan rekayasa,
teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi
informasi.
Badan usaha pembangun dan pengelola KEK Singhasari ditetapkan dalam jangka waktu 90 hari sejak PP ini diundangkan. Badan Usaha yang
dimaksud bertanggung
jawab atas pembiayaan pembangunan dan pengelolaan KEK Singhasari. Badan usaha pembangun dan pengelola KEK adalah badan usaha perseroan terbatas yang
dibentuk oleh anggota-anggota atau afiliasinya dari konsorsium PT Pengembangan
Pariwisata Indonesia (Persero), PT Intelegensia Grahatama, dan PT Cakrawala
Mandala Nusantara yang mengusulkan Kawasan Ekonomi Khusus Singhasari.
Menurut PP No 96 tahun 2015 Pasal 2 disebutkan
bahwa fasilitas
dan kemudahan yang diberikan bagi Badan Usaha serta Pelaku Usaha di KEK
meliputi :
a.
Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai (PPh, PPN
& PPnBM, dan Kepabeanan dan/atau cukai).
b.
Lalu lintas barang
c.
Ketenagakerjaan
d.
Keimigrasian
e.
Pertanahan
f.
Perizinan dan nonperizinan.
ü
Berikut fasilitas-fasilitas PPN&PPnBM yang
diperoleh :
Fasilitas |
Alur |
|
Tidak
Dipungut |
a. Pemasukan barang kena pajak tertentu
oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dari TLDDP. b. Pemasukan barang kena pajak tertentu
oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dari selain TLDDP. c. Pemasukan barang kena pajak tertentu
oleh Pelaku Usaha di KEK kepada Pelaku Usaha di KEK lainnya. d. Penyerahan barang kena pajak tertentu
antar Pelaku Usaha di KEK. |
|
|
NOTE
: Yang
dimaksud dengan Barang
kena pajak tertentu : a. Barang dan bahan untuk diolah,
dirakit dan/atau dipasang pada barang lain. b. Barang yang diperuntukkan bagi
kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian,
perbaikan, dan perekondisian permesinan. c. Barang modal termasuk peralatan untuk
pembangunan/konstruksi yang digunakan untuk proses produksi serta
pembangunan/pengembangan KEK. |
|
Dipungut |
a. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pelaku Usaha
di KEK ke TLDDP, sepanjang tidak ditujukan kepada pihak yang mendapat
fasilitas PPN atau PPnBM. b.
Pengeluaran barang asal impor
dari KEK sepanjang tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas
pembebasan pajak dalam rangka impor. |
|
C. KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET)
v
Judul Artikel : “Pengembangan
KAPET Batulicin Berbasis Komoditas Unggulan”
Sumber : https://tataruang.atrbpn.go.id/Berita/Detail/2826
v Analisis Artikel
Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) adalah kawasan yang oleh Pemerintah Pusat
didorong dan diprioritaskan pertumbuhannya karena mempunyai keunggulan ekonomi
dibandingkan kawasan lainnya yang ada di provinsi. Dukungan yang diberikan
pemerintah dilaksanakan secara terpadu, dalam hal: kemudahan perizinan,
pemberian Insentif fiskal, pembangunan Infrastruktur dasar, dan pemberian jasa
fasilitasi kepada calon Investor dan koordinasi dengan Institusi terkait.
Pengembangan Investasi di KAPET berdasarkan kepada komoditi unggulan yang ada
di kawasan tersebut, dari hulu sampai dengan ke hilir. Dengan demikian, calon
investor dapat mengembangkan usaha mulai dari penyerapan sistem produksi,
pengolahan bahan mentah menjadi bahan baku, pengolahan bahan baku menjadi bahan
konsumsi, atau usaha-usaha baru dan jasa lain yang mendukung pendayagunaan
komoditi unggulan tersebut.
Tercatat,
ada 13 KAPET yang terbentuk di Indonesia yang 12 diantaranya berada di wilayah
tengah dan timur Indonesia sementara 1 lagi di wilayah barat Indonesia. Salah
satu KAPET diantara ketiga belas KAPET tersebut adalah KAPET Batulicin. KAPET Batulicin
ditetapkan melalui KEPPRES No. 11 Tahun 1998 tentang Penetapan Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
Batulicin terletak di Provinsi Kalimantan Selatan bagian tenggara mempunyai
luas wilayah 13.644 Km2. KAPET Batulicin menyimpan potensi sumber daya alam
yang sangat besar yaitu berupa kegiatan pertambangan, kehutanan, pertanian,
pariwisata dan perikanan yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Sektor unggulan pada KAPET ini
adalah sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Kegiatan yang dilakukan
dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam yaitu dalam bentuk pendirian
industri pulp playwood, semen dan minyak goreng. Selain itu juga telah
dilakukan pengembangan kemitraan antara pengusaha menengah/besar dengan Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) dalam kegiatan moulding, briket, meubeler, batako, dan
lain-lainnya. Sektor unggulan yang akan dikembangkan di KAPET Batulicin ini
diutamakan pada Sektor yang berskala ekonomi tinggi, memiliki nilai kompetitif,
serta memiliki industri turunan yang mampu menciptakan nilai tambah.
Adapun Fasilitas
PPN dan/atau PPnBM yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Berdasarkan
KMK 35/KMK.04/1999 Tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan Untuk Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin menyebutkan bahwa pengusaha yang
melakukan kegiatan usaha di dalam KAPET Batulicin yang telah mendapatkan ijin
dari Badan Pengelola KAPET Batulicin diberikan fasilitas PPN dan/atau PPnBM
tidak dipungut atas :
a.
Pembelian dalam negeri dan/atau impor
barang modal dan peralatan lain oleh pengusaha di KAPET Batulicin, yang
berhubungan langsung dengan kegiatan produksi
Tidak
Dipungut
Barang
Modal dan
Peralatan
Lain
b.
Impor Barang Kena Pajak oleh pengusaha di
KAPET Batulicin, untuk diolah lebih lanjut
Impor
BKP
Tidak Dipungut
c.
Penyerahan Barang Kena Pajak oleh
pengusaha di luar KAPET Batulicin kepada pengusaha di KAPET Batulicin, untuk
diolah lebih lanjut
BKP Untuk Diolah
Tidak Dipungut
d.
Penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah
lebih lanjut, antar pengusaha di KAPET Batulicin atau oleh pengusaha di KAPET
lain kepada pengusaha di KAPET Batulicin
BKP Untuk
Diolah
Tidak Dipungut
e.
Penyerahan Barang Kena Pajak untuk
diolah lebih lanjut, oleh pengusaha di KAPET Batulicin kepada pengusaha di
Kawasan Berikat atau oleh pengusaha di KAPET Batulicin kepada pengusaha di
daerah pabean lainnya, dan hasil pekerjaan tersebut diserahkan kembali kepada
pengusaha di KAPET Batulicin
BKP Hasil Olah
Tidak Dipungut
BKP
Untuk
Diolah
BKP Hasil Olah
f.
Diluar Kapet Batulicin
Penyerahan Jasa Kena Pajak oleh
pengusaha di luar KAPET Batulicin kepada atau antar pengusaha di KAPET
Batulicin, sepanjang Jasa Kena Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha yang dilakukan di KAPET Batulicin
KAPET
Batulicin
JKP Sehubungan
Kapet Batulicin
Kegiatan
Tidak Dipungut
g.
Diluar Daerah Pabean KAPET
Batulicin
Pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean maupun dari dalam
daerah pabean oleh pengusaha di KAPET Batulicin, sepanjang Barang Kena Pajak
tidak berwujud tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang
dilakukan di KAPET Batulicin
Diluar Daerah Pabean
Tidak
Dipungut
h.
Diluar Daerah Pabean
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
daerah pabean oleh pengusaha di KAPET Batulicin, sepanjang Jasa Kena Pajak
tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan di
KAPET Batulicin.
KAPET
Batulicin
Tidak
Dipungut
Diluar Daerah Pabean
Pemanfaatan JKP
D. ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE)
v
Judul : “Pemberian Ijin Entrepot
Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE)”
Sumber :
-
KMK No 40/KMK.05/1996
-
https://daftarperusahaanindonesia.com (pada 6 September 2014)
MENTERI KEUANGAN NOMOR : 40 /KMK.05/1996 TENTANG PEMBERIAN IJIN ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR
(EPTE) KEPADA PT. MUTSUKI ELECTRIC INDONESIA YANG TERLETAK DI EJIP
INDUSTRIAL PARK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menimbang |
: |
a. |
Bahwa setelah dilakukan penelitian
terhadap permohonan PT. Mutsuki Electric Indonesia No.
L-JKTEZ-2926 tanggal 3 Oktober 1995 diperoleh kesimpulan bahwa yang
bersangkutan memenuhi syarat untuk diberikan ijin EPTE. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Bahwa berdasarkan huruf a diatas,
dipandang perlu memberikan ijin EPTE kepada PT. Mutsuki Electric
Indonesia . |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Mengingat |
: |
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 855 /
KMK .01 / 1993 tanggal 23 Oktober 1993 tentang Entrepot Produksi Untuk
Tujuan Ekspor (EPTE) dan No.
88/KMK. 01/1995 tanggal 14 Pebruari 1995 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri
Keuangan No. 855/KMK.01/1993. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||
M E M U T
U S K A N |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERIAN
IJIN ENTREPOT
PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE) KEPADA PT. MUTSUKI ELECTRIC
INDONESIA YANG TERLETAK DI EJIP INDUSTRIAL PARK PLOT 5 B-2, LEMAHABANG,
BEKASI, JAWA BARAT |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 1 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 2 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pemberian ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 disertai kewajiban
untuk : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
Mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan dibidang Pabean, Perpajakan
dan ketentuan lain dibidang impor dan ekspor; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Bertanggung jawab atas kebenaran laporan kegiatan operasional EPTE yang
disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 855 /KMK. 01 /
1993 dan No. 88/KMK.01/1995; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
Laporan penggunaan bahan baku dan atau bahan penolong dan hasil
olahannya; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. |
Mengadakan pembukuan mengenai pemasukan, pengolahan dan pengeluaran
barang dari dan ke EPTE, yang menyediakan/memperlihatkan buku-buku yang diperlukan untuk pemeriksaan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 3 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pemberian ijin EPTE dicabut apabila perusahaan memenuhi ketentuan
pencabutan sebagaimana diatur dalam pasal 26 Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 855/KMK.01/1993 tentang Entrepot Produksi Untuk Tujuan
Ekspor (EPTE) dan No. 88/KMK. 01/1995 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri
Keuangan No. 855/KMK.01/1993. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 4 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
SALINAN : Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PETIKAN : Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Informasi mengenenai PT. Mutsuki Electric Indonesia :
Memiliki
kantor pusat & pabrik di EAST JAKARTA INDUSTRIAL PARK No. 5-B Lemah Abang
Bekasi 17550. Berdiri pada tanggal 20 Juli 1995 namun mulai beroperasi pada
1996 dan berstatus Perseroan Terbatas (PT). PT ini berkategori Perusahaan
Penanaman Modal Asing (PMA) yang membidangi usaha Industri Produk Plastik
(Plastic Product Industry). Adapun kapasitas produksinya antara lain : J
Plastic Products front Parts (VTR, Casettes Door VTR) – 500 tons p.a; J Plastic
Parts (Connector of VTR, Connector of TV Turner) – 30 tons p.a. ; J Molds – 5
tons p.a.
Berkecimpung
di Pasar domestik dan memiliki jumlah karyawan hingga 260 orang. PT ini
berasosiasi dengan MUTSUKI ELECTRIC CO. LTD. Di Jepang dan sebagian besar
sahamnya dipegang oleh Kunitoshi Mutsuki. Total investasinya tercatat hingga
US$ 3,850,000. Bankir PT ini antara lain adalah The Bank of TOKYO MITSUBISHI
LTD. Dan juga PT Bank Negara Indonesia Tbk.
v Analisis
Berdasarkan informasi di atas, PT
Mutsuki Electric Indonesia dapat melakukan kegiatan ekspor dan impor barang
atau bahan untuk selanjutnya diolah menjadi barang jadi atau barang hasil
olahan dengan perusahaan asosiasinya di Jepang. Selain itu, karena pangsa dari
PT Mutsuki Electric Indonesia merupakan pasar domestik, maka tentu transaksi berupa penyerahan baik pemasukan maupun pengeluaran barang dari
lokasi EPTE yang ada di PT ini. Namun karena PT Mutsuki Electric Indonesia
telah memiliki ijin EPTE berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 40 /KMK.05/1996 maka ada beberapa
fasilitas perpajakan yang akan diperoleh PT ini berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 43/Kmk.01/1996 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 855/Kmk.01/1993 Tentang Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (Epte)
Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 88/Kmk.01/1995.
v Alur
:
Keterangan
:
v Fasilitas PPN dan/atau PPNBM yang diperoleh
Berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43/Kmk.01/1996 Tentang
Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 855/Kmk.01/1993 Tentang Entrepot
Produksi Untuk Tujuan Ekspor (Epte) Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
88/Kmk.01/1995, Pasal 2 :
(1) Atas impor barang dan/atau
bahan untuk diolah dalam EPTE tidak dipungut Bea Masuk (BM), Bea Masuk Tambahan
(BMT), Cukai, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan diberikan penangguhan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM).
(2) Atas impor barang modal dan
peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi dalam EPTE
tidak dipungut BM, BMT, PPh Pasal 22 dan diberikan penangguhan PPN dan PPn BM.
(3) Pemasukan Barang Kena Pajak (BKP)
dari daerah pabean Indonesia lainnya ke EPTE, PPN dan PPn BM yang terutang
tidak dipungut.
(4) Pengiriman barang hasil
pengolahan EPTE ke EPTE lainnya atau ke kawasan Berikat untuk diolah lebih
lanjut, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut.
(5) Pengeluaran barang dan/atau bahan
dari EPTE ke perusahaan industri di DPIL atau EPTE lainnya atau Kawasan Berikat
dalam rangka subkontrak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPn BM) yang terutang tidak dipungut.
(6) Penyerahan kembali Barang Kena
Pajak (BKP) hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
subkontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) kepada PKP EPTE, PPN dan PPnBM
yang terutang tidak dipungut.
(7) Mesin dan/atau peralatan pabrik
yang dipergunakan dalam kegiatan produksi di EPTE dapat diganti dengan
ketentuan bahwa mesin dan/atau peralatan pabrik yang diganti tersebut :
a.
di reekspor; dan/atau
b.
dipindahtangankan ke Perusahaan Pengolahan
di Kawasan Berikat (PPDKB) atau EPTE lain; dan/atau
c.
dikeluarkan ke daerah pabean Indonesia
lainnya dengan membayar BM, BMT, PPh Pasal 22, PPn dan PPn BM sepanjang telah
memenuhi ketentuan umum yang berlaku di bidang impor; dan/atau
d.
dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
(8) Penyerahan barang hasil olahan
produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan dari DPIL kepada perusahaan EPTE
untuk diolah lebih lanjut, diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan
perlakuan perpajakan terhadap barang yang diekspor".
Referensi :
PP Nomor 96 tahun
2015
KMK 35/KMK.04/1999
KMK No 40/KMK.05/1996
KMK No 43/KMK.01/1996
No comments:
Post a Comment