A. Dasar Hukum
-
Pasal 15, UU no 12 Tahun 1985
tentang PBB juncto UU no 12 Tahun 1994
- Ke. Dirjen Pajak No : KEP-59/PJ.6/2000 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan PBB
Wajib Pajak PBB juga diberikan hak untuk mengajukan keberatan atas penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh fiskus apabila ia tidak setuju dengan besarnya penetapan pajak tersebut.
Ketentuan yang mengatur
keberatan PBB adalah Pasal 15 Ayat (1) UU no 12 Tahun 1985 yang berbunyi
sebagai berikut :
“Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas :
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
2. Surat Ketetapan Pajak.”
B. Persyaratan Formal Pengajuan Keberatan PBB
ü Pengajuan Keberatan secara
perseorangan Pasal 3 ayat 2(a)
1.
Satu surat Keberatan untuk 1 (satu) SPPT
atau SKP PBB
2.
Diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia
3.
Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak
dan disampaikan ke KPP Pratama
4.
Dilampiri asli SPPT atau SKP PBB yang
diajukan Keberatan
5.
Dikemukakan jumlah PBB yang terutang
menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung
pengajuan Keberatannya;
6.
Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT atau
SKP PBB, kecuali apabila Wajib Pajak atau kuasanya dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya; dan
7.
Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib
Pajak, dan dalam hal surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak:
8.
Harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus,
untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang lebih banyak dari Rp
2.000.000,00 (dua juta rupiah) atau Wajib Pajak badan;atau
9.
Harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk
Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang paling banyak Rp
2.000.000,00 (dua juta rupiah)”.
ü Pengajuan Keberatan secara kolektif Pasal 3 ayat 2(a)
1. Satu pengajuan untuk beberapa SPPT Tahun Pajak yang sama.
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
3. PBB yang terutang untuk setiap SPPT paling banyak Rp 200.000,00 (dua
ratus ribu rupiah).
4. Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan ke KPP Pratama.
5. Diajukan melalui Kepala Desa/Lurah setempat.
6. Dilampiri asli SPPT yang diajukan Keberatan.
7. Mengemukakan jumlah PBB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak
disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan Keberatannya.
8. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT,
kecuali apabila Wajib Pajak melalui Kepala Desa/Lurah setempat dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya”.
C.
Persyaratan
pendukung keberatan
1.
Fotokopi identitas Wajib Pajak, dan
fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan.
2.
Fotokopi bukti kepemilikan tanah.
3.
Fotokopi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
4.
Fotokopi bukti pendukung lainnya”.
D. Materi Keberatan PBB
1.
Terdapat ketidaksesuaian data subjek/objek
pajak.
2.
Wajib Pajak berpendapat bahwa luas objek
pajak bumi dan/atau bangunan atau nilai jual objek pajak bumi dan/atau bangunan
tidak sebagaimana mestinya.
3.
Terdapat perbedaan penafsiran peraturan
perundang-undangan PBB.
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT atau SKP oleh WP, kecuali tidak dapat terpenuhi karena keadaan
di luar kekuasaan WP. Apabila hal tersebut terjadi, maka akan diberikan
tenggang waktu oleh DJP.
DJP dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak
tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat
dan DJP tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut
dianggap diterima. Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak
dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
Berdasarkan penelitian atas berkas keberatan
tersebut, DJP akan mengeluarkan Surat Keputusan Keberatan. Keputusan DJP dapat
berupa menerima seluruh/sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak
terhutang.
Keputusan keberatan disampaikan kepada WP untuk
dilaksanakan. Sebagai contoh WP wajib melakukan pembayaran kekurangan pajak
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kekurangan bayar pajak. Apabila
WP tidak membayar, maka fiskus akan melakukan tindakan penagihan. Dengan
demikian Surat Keputusan Keberatan yang mengakibatkan terjadinya kekurangan
pembayaran pajak merupakan salah satu dasar penagihan pajak dalam pemungutan
PBB.
Referensi :
Modul Pajak Bumi dan
Bangunan, Anung Setia Nugraha, 2011.
https://dahusna.wordpress.com/2009/11/03/keberatan-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb/
No comments:
Post a Comment